GreenHill Ciwidey – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis enam mantan pejabat PT Antam dengan hukuman delapan tahun penjara. Mereka terbukti melakukan korupsi dalam pengelolaan komoditas emas milik negara.
“Baca Juga: Lenovo AI Now Resmi Meluncur di Indonesia, Ini Daftar Laptopnya“
Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika membacakan putusan pada Selasa (27/5/2025). Hakim menyatakan para terdakwa secara sah melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor dan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Daftar Terdakwa dan Peran Masing-Masing
Berikut enam terdakwa yang divonis bersalah:
- Tutik Kustiningsih, VP UBPP LM Antam periode 2008–2011
- Herman, VP UBPP LM Antam periode 2011–2013
- Dody Martimbang, Senior Executive VP UBPP LM Antam periode 2013–2017
- Abdul Hadi Aviciena, GM UBPP LM Antam periode 2017–2019
- Muhammad Abi Anwar, GM UBPP LM Antam periode 2019–2020
- Iwan Dahlan, GM UBPP LM Antam periode 2021–2022
Hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp750 juta kepada setiap terdakwa. Bila tidak dibayar, maka akan diganti dengan hukuman kurungan selama empat bulan.
Vonis Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa
Jaksa sebelumnya menuntut hukuman sembilan tahun penjara dan denda Rp750 juta dengan subsider enam bulan kurungan. Vonis majelis hakim dinilai lebih ringan dari tuntutan tersebut.
Awal Mula Kasus Cap Emas Ilegal
Kasus bermula dari penyalahgunaan fasilitas pemurnian emas oleh Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam. Keenam terdakwa bekerja sama dengan tujuh pihak swasta untuk mencetak emas dari bahan baku yang tak memiliki asal-usul jelas.
Tujuh terdakwa dari pihak swasta itu adalah:
- Lindawati Effendi
- Suryadi Lukmantara
- Suryadi Jonathan
- James Tamponawas
- Gluria Asih Rahayu
- Djudju Tanuwidjaja (Direktur PT Jardintraco Utama)
- Hok Kioen Tjay
Para terdakwa memproduksi emas batangan dari emas rongsokan. Mereka kemudian mencetak logo LM dan sertifikat LBMA–KAN di emas tersebut tanpa kajian sumber bahan baku.
“Baca Juga: Polda Metro dan PPATK Telusuri Dana Ormas Preman Berkedok“
Negara Rugi Rp3,3 Triliun Akibat Praktik Ilegal
Jaksa menyatakan kerja sama ilegal ini telah memperkaya pihak swasta dan merugikan negara sebesar Rp3,3 triliun. Proses hukum ini menjadi peringatan serius bagi pengelola aset negara agar tidak menyalahgunakan fasilitas resmi.