GreenHill Ciwidey – Air Kali Banjir Kanal Timur (BKT) di wilayah Marunda, Jakarta Utara, tercemar busa putih yang diduga berasal dari limbah. Pada Selasa (24/6/2025), busa tersebut terlihat muncul dari arah pintu air. Setelah itu, limbah menyebar hampir ke seluruh bagian kali.
“Baca Juga: Selat Hormuz Terancam Tutup, Jalur Logistik Dunia Terganggu“
Warga sekitar menyebut busa semakin banyak saat hujan turun dan pintu air dibuka. Air kali yang sebelumnya jernih berubah menjadi keruh dengan permukaan tertutup busa tebal.
Warga Duga Limbah Berasal dari Pabrik di Perbatasan
Seorang nelayan bernama Sobari (45) menyampaikan bahwa busa kemungkinan besar berasal dari limbah industri. Ia menduga pabrik-pabrik di perbatasan antara Marunda dan Bekasi menjadi sumber utama pencemaran.
“Biasanya busa datang dari limbah pabrik dan limbah rumah tangga,” ungkap Sobari saat ditemui di lokasi. Ia juga mencium aroma mirip sabun dari busa yang mengambang di kali.
Hasil Tangkapan Ikan Menurun Drastis
Sobari mengaku sangat terganggu dengan kondisi tersebut. Sebagai nelayan yang menggantungkan hidup dari hasil tangkapan ikan di Kali BKT, ia kini sulit mendapatkan ikan.
“Kalau busanya banyak, ikannya susah ditangkap. Kalau enggak ada busa, ikannya banyak,” jelasnya.
Ia mengungkapkan bahwa sebelum kali tercemar busa, dirinya bisa memperoleh dua hingga tiga kilogram ikan setiap hari. Namun kini, ia hanya mampu menangkap satu atau dua ekor ikan, bahkan kadang tidak sama sekali.
“Biasanya dapat dua sampai tiga kilo. Sekarang satu ekor saja susah, apalagi dua kilo,” kata Sobari dengan nada kecewa.
Dampak Pencemaran Semakin Luas
Pencemaran busa tidak hanya mengganggu nelayan, tetapi juga mengancam kelangsungan ekosistem Kali BKT. Air kali yang tercemar membuat ikan-ikan sulit bertahan hidup. Aktivitas nelayan lokal pun ikut terhambat akibat dampak pencemaran yang terus berulang.
“Baca Juga: 11 WNI Dievakuasi dari Iran Tiba Selamat di Bandara Soetta“
Warga Harap Pemerintah Segera Bertindak
Sobari dan warga sekitar berharap pemerintah turun tangan mengatasi pencemaran ini. Mereka meminta pengawasan lebih ketat terhadap industri di sekitar Marunda dan Bekasi.
“Kalau dibiarkan terus begini, kami enggak bisa makan. Kami butuh solusi,” tegas Sobari.
Hingga berita ini ditulis, belum ada keterangan resmi dari pihak pemerintah terkait identifikasi sumber limbah maupun rencana penanganan pencemaran.